Wayang Kampung Sebelah sebuah representasi masyarakat terkini

Hari itu ada hal yang tidak biasanya terjadi di Jagad Pakeliran. Sang Prabu Kresna bertemukan muka dengan dua wayang yang merupakan tokoh dangdut nasional bernama Rhoma Ra Marimari, ditemani penyanyi dangdut yang terkenal dengan goyangannya yaitu Inul Daratinggi. Pertemuan unik itupun bukan terjadi di Bangsal Sitihinggil Negara Dwarawati atau di tengah Alas Wonomarto, tapi terjadi di sebuah Balai Desa di mana Pak Lurah Somad bertugas.

Kisah diatas tentunya tak akan dapat ditemukan di cerita-cerita wayang kulit yang sesuai pakem biasanya. Cerita unik semacam itu hanya bisa terjadi dipakelirannya Wayang Kampung Sebelah. Wayang Kampung Sebelah merupakan wayang kreasi baru yang mengangkat cerita dan fenomena sosial yang sehari-hari terjadi. Tokoh-tokoh wayangnya pun bukan dari epos Mahabarata dan Rawayana, walaupun di cerita tertentu kadang dicampurkan juga. 


Tokoh- tokoh di Wayang kampung sebelah berbentuk manusia yang distilasi, yang merupakan figur dari sosok individu-individu dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat. Selain dua tokohnya yang fenomenal Roma Ra Marimari dan Inul Daratinggi, tokoh-tokoh lainnya seperti Karto Sang Pengangguran, Silvy Si Pelacur, Kampret Si Preman Pemabuk, Eyang Sidik Wacono Sang Tetua Kampung, Hansip Sodrun, Pemuda Alay, Pengamen Banci, Pak Lurah Somad, bahkan ada pula wayang yang berbentuk tokoh nasional Gus Dur. 


Pementasannya, Wayang Kampung Sebelah tidak diiringi dengan gamelan, namun alat musik modern seperti gitar, bass, drum, flute, saxophone dan seperangkat perkusi. Lagu-lagu yang dimainkan kebanyakan adalah lagu ciptaan dari Wayang Kampung Sebelah sendiri, dipadukan dengan berbagai lagu berirama dangdut atau campur sari yang sedang populer.

Dalam dialognya, biasa digunakan bahasa jawa sehari-hari (ngoko) atau bahasa Indonesia untuk memudahkan audience mencerna muatan dari kisah yang dibawakan. Cerita-cerita yang dikisahkan oleh Wayang Kampung Sebelah adalah tentang fenoma sosial dan politik dikeseharian hidup masyarakat seperti kemiskinan, penyakit sosial, lika-liku Korupsi para penguasa, masalah lingkungan hidup, masalah suksesi kepemimpinan dan aneka cerita lainnya. 
   

Humor-Humor cerdas yang mengandung kritik pedas, satire dan sinisme mengiringi setiap cerita, dialog, lirik lagu dan penokohannya. Bisa dikatakan bahwa wayang ini 100% berisi adegan gara-gara, karena dari awal sampai akhir cerita yang dimainkan selalu di kemas dengan kelucuan dan joke-joke segar. Di Wayang Kampung Sebelah, tidak hanya dalang yang boleh berbicara, para pemain musik, penyanyi dan penonton pun boleh ikut berinteraksi dan berdialog dengan Dalang atau tokoh-tokoh wayang yang ada di pakeliran.

Wayang Kampung Sebelah lahir dari keinginan agar wayang makin dekat secara nyata dengan masyarakat dan dunia kesehariannya. Wayang dengan genre baru ini digagas pertama kali ditahun 2000 oleh beberapa seniman yang bermukim di Desa Siwal, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo, didalangi oleh Ki Jlitheng Suparman yang sekaligus sebagai penulis naskah. 

Dengan gaya penyampaian kisah yang ringan dan penuh humor, penonton diajak untuk mecermati permasalah dan fenomena sosial politik dengan tidak seberat ketika menyimak dialog para pengamat di televisi atau terhalangi simbol-simbol estetis di pementasan wayang-wayang klasik.

Kepedulian masyarakat umum pada fenomena sosial politik adalah awal yang bagus, yang akan ikut menjaga agar bangsa ini dijalankan secara benar karena apatisme akan membuat oknum-oknum perusak bangsa makin leluasa untuk menjalankan niat buruknya. 


Wayang Kampung Sebelah, adalah sebuah sajian hiburan ringan yang bisa diterima semua golongan, namun membawa misi besar bagi kehidupan masyarakat perkampungan ataupun bangsa secara keseluruhan. Dibalik gurauan dan humor-humor nakalnya, citra adi luhung wayang sebagai wahana tontonan dan tuntunan, bisa benar-benar dirasakan secara nyata. Selamat menikmati 67 tahun kemerdekaan dan selalu berpikir merdeka.

( Wayang kampung sebelah )