Ketegasan sang Kadus dalam mendobrak konsep aboge

    

Dulu sebelum tahun 2000 di Desa Lemahireng tatkala merayakan lebaran tidak sama dengan versi pemerintah dikarenakan masih kuatnya pengaruh konsep islam ABOGE sebagai penentu 1 syawal .

Selang satu hari baru warga kami merayakan lebaran karena seluruh warga menunggu keputusan dari tetua kampung terkait penentuan perayaan lebaran.Masyarakat tidak berani melanggar keputusan para tetua kampung ini karena di takut-takuti akan ada bencana tatkala lebaran tidak mengikuti anjuran mereka yaitu para tonggak ABOGE.
 Tetapi dengan optimis salah satu warga yaitu Bp.Kaswan gunarso berani menentang konsep lebaran aboge ini.Dengan cara terus menjelaskan di tengah-tengah masyarakat bahwa konsep aboge ini sebenarnya bertentangan dengan islam.Selama 3 tahun proses ini berlangsung dengan pro kontra nya akhirnya lambat laun namun pasti pemahaman masyarakat mulai menyetujui ide gebrakan beliau ini. Akhirnya sejak 2003 sampai sekarang di Desa Lemahireng kalau lebaran sudah berbarengan dengan keputusan pemerintah.

Sejarah ABOGE.

Penganut Islam Aboge atau Alif-Rebo-Wage (A-bo-ge) merupakan penganut aliran yang diajarkan Raden Rasid Sayid Kuning. Perhitungan yang dipakai aliran Aboge telah digunakan para wali sejak abad ke-14 dan disebarluaskan oleh ulama Raden Rasid Sayid Kuning dari Pajang.

Para penganut Islam Aboge meyakini, dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri dari tahun Alif, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba/Be, Wawu, dan Jim Akhir serta dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari dengan hari pasaran berdasarkan perhitungan Jawa, yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing.
Dalam hal ini, hari dan pasaran pertama pada tahun Alif jatuh pada Rabu Wage (Aboge), tahun Ha pada Ahad/Minggu Pon (Hakadpon), tahun Jim Awal pada Jumat Pon (Jimatpon), tahun Za pada Selasa Pahing (Zasahing), tahun Dal pada Sabtu Legi (Daltugi), tahun Ba/Be pada Kamis Legi (Bemisgi), tahun Wawu pada Senin Kliwon (Waninwon), dan tahun Jim Akhir pada Jumat Wage (Jimatge).
Penyimpangan konsep ABOGE di Desa Lemahireng.

Konsep aboge sangat mendominasi terutama di tengah-tengah masyarakat Desa lemahireng Kec.Bawen tempat beliau tinggal.
Fenomena sosial ini membuat beliau resah mengingat masih banyaknya penganut islam aboge yang selalu mengarahkan warga untuk mengikuti sesuai pemahaman para tonggak aboge ini.Padahal rata-rata para penganut aboge ini lebih mengutamakan Aboge nya ketimbang Al Quran sebagai landasan berfikirnya.Dalam hal ini mereka lebih condong ke arah kejawen yang berarti menjauhi syariat islam.

       Misalkan mereka jarang solat ,berpuasa,sering melakukan sesaji dan tatkala mereka memimpin berdoa ketika hajatan selalu merubah susunan do'a sehingga mengakibatkan rusaknya ayat al quran.

Pada penentuan 1 syawal atau akhir ramadhan selalu tidak sama dengan pemerintah.Meskipun sholat idul fitri sama dengan pemerintah tetapi setelah itu masyarakat belum mengadakan silaturahmi seperti versi pemerintah dengan alasan bahwa pada hari itu hanya lebaran masjid saja dan untuk lebaran secara umum di masyarakat besok harinya.


"Lebih jelas lagi adalah para penganut islam ABOGE ini condong ke konsep kejawen yang sarat dengan ilmu perdukunan dan menyimpang jauh dari aslinya."

Ikut lebaran versi pemerintah

     Berawal sekitar tahun 1999 tatkala beliau menjadi ketua RW.Moment ini di manfaatkan beliau untuk menggeser lebaran versi aboge yang selama berahun-tahun mendominasi di Desa Lemahireng.Lewat forum pertemuan RW beliau menjelaskan kepada seluruh ketua RT yang ada di RW III terkait penyimpangan yang terjadi akibat dari efek penerapan konsep ABOGE ini.

Karena pada masa itu mayoritas masyarakat sudah banyak yang bekerja sebagai karyawan pabrik maka mayoritas mendukung agenda tersebut.
Setelah kesepakatan itu maka di sosialisasikan ke masyarakat luas.Pro kontra sangat terasa terutama serangan dari para tonggak penganut aboge ini.Mereka memboikot dan menyerang secara pemahaman kepada beliau.
Tetapi karena Beliau sudah menang secara opini publik maka para tonggak aboge ini akhirnya mulai menyadari kesalahannya.

Sekarang di Desa Lemahireng khususnya RW III sudah merayakan Lebaran seperti versi pemerintah yaitu dari hasil sidang DEPAG.

Beliau cukup di kenal di masyarakat kami lantaran memang sikap beliau yang tegas dalam memecahkan berbagai konflik horizontal yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kami..Pantaslah kalau masyarakat memilih beliau menjadi Kepala Dusun di Krajan Desa Lemahireng Bawen.

Meskipun beliau karakternya tegas dan suaranya lantang tetapi beliau sangat terbuka kepada siapapun.Beliau bukan tipe orang yang subyektif dalam menyikapi permasalahannya.
Kebijaksanaan beliau sudah di rasakan warga secara umum.Ini terbukti dengan selalu di libatkannya beliau dalam setiap kegiatan kemasyarakatan yang ada di Desa kami..Bahkan tidak jarang beliau menjadi narasumber di berbagai forum terkait posisinya sebagai tokoh masyarakat.

Lemdia.com (media milik kaum rakyat jelata) "Media lokal yang menggali dan mengangkat potensi masyarakat bawah
"